Selasa, 06 Oktober 2009

Buku Bacaan Anak, Apa Kabar?


APA yang menjadi bacaan favorit anak-anak sekarang? Jawabannya tentu adalah komik. Mungkin Detektif Conan, Avatar, Sinchan, atau komik Jepang sejenis. Jelekkah bacaan semacam itu? Tidak juga, meski tentu saja kurang cocok dibaca oleh anak-anak. Detektif Conan, adalah komik remaja yang bagi sebagian orang mungkin dianggap berbahaya karena menceritakan detail pembunuhan secara eksplisit. Namanya juga detektif, ke mana si Sinichi Kudo alias Conan ini melangkah, di situ pasti ada kasus pembunuhan. Avatar, meski bertokoh anak kecil bernama si Aang, tetaplah kisahnya lebih cocok dinikmati remaja hingga dewasa. Intrik perebutan kekuasaan dan wilayah disertai adegan peperangan, kurang begitu pas untuk anak-anak. Sinchan, apalagi. Di Jepang sendiri ini adalah komik untuk konsumsi orang dewasa. Ini semacam lelucon untuk meledek orangtua yang kadang bisa senewen oleh prilaku bocah yang sok dewasa. Hingga tak jarang muncul ucapan tak senonoh, atau gambar berbau saru di komik maupun filmnya.

Hingga awal tahun 1990-an, sebenarnya kita kaya dengan buku-buku bermutu untuk anak-anak. Meski banyak kekurangannya, proyek inpres untuk pengadaan buku-buku untuk sekolah dasar hingga menengah, dulu, patut diapresiasi. Melalui proyek pemerintah ini, buku-buku disuplai ke tiap sekolah untuk perpustakaan. Di antara buku untuk anak-anak, muncul nama pengarang dengan kualitas karya cukup dan bahkan sangat bagus. Sebut saja nama Julius Sijaranamual, Toha Mohtar, Ryono Pratikto, Dwiyanto Setiawan, Darto Singo (ini ayahnya Anggun C. Sasmi), Satmowi Atmowiloto, Arswendo Atmowiloto, CM Nas, dll. Karya-karya mereka, antara lain, telah ikut mewarnai imajinasi generasi 1980-an (yang suka membaca, tentunya).

Kalau pun tidak suka membaca buku di perpustakaan, bagi yang suka baca majalah remaja, di situ pun nyaris tiap terbitan tersaji cerpen atau pun puisi bermutu. Dulu majalah semacam Kawanku dan Hai, sangat intens menyajikan cerpen (dan puisi) dengan kadar sastra yang baik. Nama-nama di atas, adalah juga pengisi cerpen di majalah-majalah tersebut, selain Suyono Ahmad, Saeful Badar, HB Supiyo, Fadli Rasyid, Arie Nugroho, Leila S. Chudori, Abdusyakur Marjani, Darwis Chudori, dll.

Kini, jarang sekali majalah remaja yang menyertakan cerpen yang berkualitas sastra. Atas nama pasar semuanya menjadi gudang gosip dan trend gaya hidup yang diimpor dari luar.

Tentu saja, kita tidak bisa menghalangi arus tren yang mewarnai bacaan yang tersebar di tengah masyarakat. Tapi sebagai sebuah tanggung jawab atas nama dunia pendidikan, sudah selayaknya perpustakaan sekolah, menyediakan buku-buku bermutu sebagai penyeimbang bacaan picisan yang dibaca anak-anak. Ah, apa kabar perpustakaan sekolah sekarang? (Naz)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar